IX C-01
Bulan Mei selalu identik dengan Pendidikan. Hal ini dikarenakan
setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Indonesia. Meski
diperingati setiap tahunnya, tidak semua pihak menyadari kondisi
pendidikan di Indonesia saat ini. Terkait dengan kondisi pendidikan di
Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran
penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di
kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan
Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor
pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan
terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta
Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah
Vietnam.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal
tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Selain itu ada beberapa permasalahan khusus dalam dunia pendidikan
yaitu: rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan
pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
dan mahalnya biaya pendidikan.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media
belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium
tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
sebagainya.
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di
Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kualitas guru dan
pengajar yang rendah ini juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas
guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi
tidak memuaskan. Misalnya saja pencapaian prestasi fisika dan matematika
siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in
Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya
berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika
dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal
ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura
sebagai negara tetangga yang terdekat.
Kesempatan memperoleh pendidikan pun masih terbatas pada tingkat
Sekolah Dasar. Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat
terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang
tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
Masalah ketidakmerataan pendidikan juga dikarenakan mahalnya biaya
pendidikan. Kalimat “Pendidikan bermutu itu mahal”, sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat tidak
mampu tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,
tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat
bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.
Lalu bagaimana dengan pendidikan non-formal seperti kursus, seminar,
dan training untuk mengembangkan soft skill atau keterampilan yang tidak
diajarkan di sekolah? Di Indonesia sendiri sebenarnya banyak
tempat-tempat kursus yang menawarkan pendidikan tambahan di luar
sekolah. Namun bagaimanapun juga, pemilihan tempat kursus yang sesuai
untuk anak harus dilakukan secara tepat.
Ikut kursus sering kali dinilai mahal dan apa yang didapatkan sama
saja dengan di sekolah. Hal ini diperkuat dengan banyaknya guru yang
mengajar di tempat kursus merupakan guru yang sama yang juga mengajar di
sekolah. Sehingga mutu atau kualitas guru kursus pun masih sering
dipertanyakan oleh orang tua.
Namun masalah ini tidak akan Anda temui di IkuZo! Japanese and Manga
Center. Untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama pendidikan bahasa
asing yaitu Jepang dan menggambar manga, IkuZo! menjanjikan mutu dan
kualitas pendidikan yang baik dengan harga terjangkau. IkuZo! memiliki
sarana fisik belajar dan mengajar yang lengkap. Kualitas guru standar
lulusan Jepang dan memiliki prestasi dan pengalaman di bidang
pendidikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak-anak
Indonesia agar memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan
bakat dan berprestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar